Interaksi
antara pemerintah dan masyarakat pada proses pengadaan barang dan jasa
pemerintah membutuhkan suatu sistem pelayanan yang optimal, efektif, dan
efisien. E-Procurement atau pengadaan barang dan jasa secara online melalui internet menjadi solusi yang
tepat. E-Procurement tanpa memerlukan
birokrasi yang berbelitbelit akan mendapatkan pengawasan langsung dari
masyarakat. Adanya E-Procurement
bertujuan untuk mengurangi korupsi, kolusi dan nepotisme, juga mempersiapkan
pelaku jasa konstruksi nasional dalam menghadapi tantangan di era informatika.
Pengertian
Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (E-Procurement)
Berikut
ini akan dipaparkan beberapa pengertian E-Procurement
dari berbagai sumber :
- E-Procurement adalah pengadaan secara elektronik atau pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Paparan Pengadaan Barang dan Jasa Melalui Media Elektronik, Kementerian Pekerjaan Umum, 2011)
- Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012, pada pasal 37: Pengadaan secara elektronik atau E-Procurement adalah Pengadaan barang /jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
- E-Procurement merupakan pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (Abidin, 2011).
- Kalakota,dkk (Wijaya dkk, 2010, dalam Abidin, 2011) menyatakan bahwa EProcurement merupakan proses pengadaan barang atau lelang dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam bentuk website.
- E-Procurement adalah suatu aplikasi untuk mengelola data pengadaan barang/jasa yang meliputi data pengadaan berbasis internet yang didesain untuk mencapai suatu proses pengadaan yang efektif, efisien dan terintegrasi (Purwanto, 2008).
Dapat
disimpulkan bahwa E-Procurement adalah pengadaan barang dan jasa secara
elektronik yang seluruh kegiatannya dilakukan secara online melalui website. Ruang lingkup
E-Procurement meliputi proses pengumuman pengadaan barang dan jasa sampai
dengan penunjukkan pemenang. Pengadaan barang dan jasa melalui EProcurement
diwajibkan oleh pemerintah sejak tahun 2010. Sampai dengan tahun 2012,
pengadaan barang dan jasa secara E-Procurement telah dilaksanakan di 33
provinsi meliputi 731 instansi di Indonesia (sumber : lkpp.go.id).
Landasan
Hukum E-Procurement Dasar hukum E-Procurement di Indonesia menurut www.bappenas.go.id dalam
Nightisabha dkk, 2009, adalah :
1.
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 mengatur tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
2.
Keputusan
Presiden Nomor 80 tahun 2003 mengatur tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah,
3.
Peraturan
Presiden Nomor 8 tahun 2006 mengatur tentang Perubahan keempat atas Keputusan
Presiden Nomor 80 tahun 2003
4.
Instruksi
Presiden Nomor 5 tahun 2008 mengatur tentang Fokus Program Ekonomi tahun
2008-2009,
5.
Instruksi
Presiden Nomor 5 tahun 2004 mengatur tentang Percepatan Pemberantasan.
Sedangkan
pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik / E-Procurement yang
dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum diatur dalam undangundang sebagai berikut
:
1.
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 mengatur tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
2.
Undang-Undang
Nomor 14 tahun 2008 mengatur tentang Keterbukaan Informasi Publik,
3.
Peraturan
Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
4.
Peraturan
Menteri PU No. 21/PRT/M/2008 tentang Pedoman Operasionalisasi Wilayah Bebas
Korupsi di Lingkungan Kementerian PU,
5.
Peraturan
Menteri PU Nomor 207/PRT/M/2005, tentang Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi
Pemerintah Secara Elektronik,
6.
Surat
Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 17/SE/M/2010 tgl. 29 Nopember 2010
mengatur tentang Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Secara
Elektronik (E-Procurement).
(sumber : Paparan Pengadaan
Barang dan Jasa Melalui Media Elektronik, Kementerian Pekerjaan Umum,
2011).
Saat
ini penerapan E-Procurement pada instansi-instansi dan lembaga-lembaga
menggunakan dasar Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012 beserta
perubahannya dan diikuti oleh berbagai aturan dibawahnya hingga peraturan
pelaksana masingmasing lembaga.
Prinsip
E-Procurement dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
Penerapan
E-Procurement sebagai sistem pengadaan barang dan jasa memiliki beberapa
prinsip. sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2011,
prinsip-prinsip tersebut adalah :
- Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.
- Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.
- Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.
- Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.
- Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa.
- Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk member keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
- Akuntable, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Tujuan
E-Procurement
Menurut
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pengadaan barang dan jasa pemerintah
secara elektronik bertujuan untuk :
- Perwujudan Good Governance yang menjadi tugas pemerintahan
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
- Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat
- Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan
- Mendukung proses monitoring dan audit
- Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time
Dengan
adanya E-Procurement diharapkan potensi terjadinya kecurangan pada proses
pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat diminimalisir. E-Procurement dapat
meningkatkan efisiensi dan efikasi pada pengadaan barang dan jasa umum,
mengurangi biaya, menaikkan kompetisi, untuk menjamin persamaan kesempatan dan
perlakuan. Secara umum, tujuannya adalah menjamin integritas, kepercayaan
masyarakat, dan transparansi dalam prosedur pengadaan barang/jasa umum (Ermal
dkk, 2011). Jadi E-Procurement dapat dipergunakan sebagai alat kontrol dalam
suatu proses pengadaan barang dan jasa.
Manfaat
dan Kelebihan dari Penggunaan E-Procurement
Menurut
Kalakota, dkk (Wijaya dkk, 2010, dalam Abidin, 2011) manfaat EProcurement
dibagi menjadi 2, kategori yaitu : efisien dan efektif. Efisiensi EProcurement
mencakup biaya yang rendah, mempercepat waktu dalam proses procurement,
mengontrol proses pembelian dengan lebih baik, menyajikan laporan informasi,
dan pengintegrasian fungsi-fungsi procurement sebagai kunci pada sistem
back-office. Sedangkan efektivitas E-Procurement yaitu meningkatkan kontrol
pada rantai nilai, pengelolaan data penting yang baik, dan meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dalam proses pembelian pada organisasi.
Manfaat
lain dari penggunaan E-Procurement (sumber: Paparan Pengadaan Barang dan Jasa
Melalui Media Elektronik, Kementerian Pekerjaan Umum, 2011) :
- Menyederhanakan proses procurement,
- Mempererat hubungan dengan pihak supplier,
- Mengurangi biaya transaksi karena mengurangi penggunaan telepon atau fax atau dokumen-dokumen yang menggunakan kertas,
- Mengurangi waktu pemesanan barang,
- Menyediakan laporan untuk evaluasi,
- Meningkatkan kepuasan user.
Manfaat
adanya E-Procurement bukan hanya untuk instansi maupun pengembang sistem itu
sendiri melainkan juga bagi para penyedia barang dan jasa serta masyarakat umum
yang hendak mengetahui proses pengadaan barang dan jasa pada pemerintah yang
dapat diakses secara terbuka. Dengan E-Procurement, instansi penyelenggara
pengadaan mendapatkan harga penawaran yang lebih banyak dan proses administrasi
lebih sederhana, sedangkan bagi para penyedia barang dan jasa dapat memperluas
peluang usaha, menciptakan persaingan usaha yang sehat, membuka kesempatan
pelaku usaha secara terbuka bagi siapapun dan mengurangi biaya administrasi
(Handoko, 2009 dalam Nightisaba dkk, 2009). Secara umum perbedaan pengadaan
barang dan jasa konstruksi dengan cara konvensional dan EProcurement dapat
ditabelkan sebagai berikut :
Tabel
Perbedaan Sistem Pengadaan Barang Dan Jasa Konstruksi
Dari
tabel tersebut, dapat diketahui beberapa kelebihan penggunaan E-Procurement,
yaitu :
- Layanan lebih cepat dikarenakan peserta lelang tidak memerlukan waktu untuk mengadakan perjalanan ke tempat pengadaan barang dan jasa dilaksanakan dan tidak perlu melakukan birokrasi yang sering menghabiskan banyak waktu.
- Transparansi, akuntabel, efektif dan efisien karena dapat diakses siapa saja.
- Salah satu upaya mempersiapkan para penyedia jasa nasional untuk menghadapi tantangan dan perkembangan global.
Secara
keseluruhan, E-Procurement diharapkan dapat menjadi suatu sistem lelang yang
efisien dibandingkan sistem lelang konvensional bagi para pelaku jasa
konstruksi.
Tahapan
Pengembangan E-Procurement
Pengembangan
E-Procurement dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Paparan
Pengadaan Barang dan Jasa Melalui Media Elektronik, Kementerian Pekerjaan Umum,
2011) :
- Copy To Internet yaitu kegiatan penayangan seluruh proses dan hasil pengadaan barang/jasa, ditayangkan melalui internet (sistem lelang) oleh panitia pengadaan.
- Semi E-Procurement yaitu kegiatan pengadaan barang/ jasa yang sebagian prosesnya dilakukan melalui media elektronik (internet) secara interaktif antara pengguna jasa dan penyedia jasa dan sebagian lagi dilakukan secara manual (konvensional).
- Full E-Procurement yaitu proses pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan cara memasukkan dokumen (file) penawaran melalui sistem E-Procurement, sedangkan penjelasan dokumen seleksi/lelang (Aanwizjing) masih dilakukan secara tatap muka antara pengguna jasa dengan penyedia jasa.
Pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa sistem E-Procurement sejak tahun 2010 dilakukan
secara full E-Procurement. Seluruh kegiatan dilaksanakan secara online, kecuali
untuk pelaksanaan kegiatan pembuktian kualifikasi. Hal ini disebabkan belum
tersedianya teknologi yang memadahi untuk mengakomodir kegiatan tersebut. Namun
demikian adanya E-Procurement telah meminimalisir kesempatan
untuk bertatap muka langsung antara Panitia Lelang dan Penyedia Jasa
sehingga mengurangi potensi untuk berbuat curang.
Pelaksanaan
E-Procurement
Diterapkannya
E-Procurement sebagai sistem pengadaan barang dan jasa melalui proses yang
telah dilakukan sejak tahun 2002 hingga saat ini. Berikut adalah tabel tahapan
pelaksanaan E-Procurement
yang dilakukan di Kementerian Pekerjaan Umum.
Tabel
Tahapan Pelaksanaan E-Procurement
(sumber : Paparan Pengadaan Barang dan Jasa
Melalui Media Elektronik, Kementerian Pekerjaan Umum, 2011)
Dari
Tabel Tahapan Pelaksanaan E-Procurement, diketahui bahwa sistem ini telah
diujicobakan sejak tahun 2002 kemudian berkembang sampai dengan tahun 2005.
Pada tahun 2007 dilakukan uji coba Semi E-Procurement yang dilaksanakan di
Pulau Jawa dan 15 Provinsi lainnya (Sumut, Sumbar, Sumsel, Kaltim, Sulsel,
Gorontalo, Bali, NAD, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Kalsel, Sulut , NTB) yang
berlanjut sampai dengan tahun 2010. Sistem Semi E-Procurement plus yang
dilaksanakan pada tahun 2010 merupakan sistem pengadaan barang dan jasa
gabungan, yaitu melakukan lelang elektronik dan manual secara bersamaan. Hal
ini dilaksanakan pada tahun 2010, ketika aplikasi E-Procurement masih belum
mengalami penyempurnaan. Pada tahun 2011, mulailah diberlakukan Full
EProcurement di 24 provinsi hingga tahun 2013 sistem pengadaan barang dan jasa
Full E-Procurement telah diterapkan di 33 provinsi di Indonesia.
Kelemahan
dalam Pelaksanaan E-Procurement
Diterapkannya
sistem E-Procurement diharapkan akan menjadi solusi yang tepat untuk
masalah-masalah yang terjadi pada proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.
E-procurement merupakan sistem yang memanfaatkan teknologi informasi yang
didalamnya mengandung nilai-nilai transparansi, efisiensi, keterbukaan. Pada
kenyataannya E-Procurement masih memiliki kelemahan-kelemahan serta
hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaannya, seperti kurangnya dukungan finansial,
terdapat beberapa instansi dan penyedia jasa lebih nyaman dengan sistem
sebelumnya (pengadaan barang dan jasa konvensional), kurangnya dukungan dari
top manajemen, kurangnya skill dan pengetahuan tentang E-Procurement, serta
jaminan keamanan sistem tersebut (Gunasekaran, et al., 2009, dalam Wijaya dkk,
2010 ). Penyebab hambatan sistem E-Procurement dapat diuraikan sebagai berikut
:
1.
Peraturan Perundangan
- Belum adanya peraturan yang lebih rinci tentang pengaturan tanda tangan digital.
- Besaran file dokumen yang diunggah atau diupload.
- Standar file dokumen elektronik yang belum ada.
2.
Sumber Daya Manusia
Baik
internal dan eksternal yang masih belum memahami pelaksanaan pengadaan barang
dan jasa secara elektronik.
3.
Perangkat Keras dan Infrastruktur Jaringan
Infrastruktur
jaringan internet yang masih belum mendukung pelaksanaan pengadaan barang dan
jasa secara elektronik, karena kecepatan mengakses ke sistem masih lambat.
Hambatan lain dalam implementasi E-Procurement yaitu adanya kesenjangan
digital, metodologi, kepentingan kelompok, dan resistansi individual atas
keengganan untuk berubah (www.bappenas.go.id, 2009). Tantangan lain dalam
penerapan sistem E-Procurement yaitu faktor teknis berupa standart keamanan dan
pengembangan sistem itu sendiri. Tantangan yang bersifat teknis atau
aksesibilitas menjadi hal yang penting dalam menilai efektivitas pelaksanaan
E-Procurement (Bruno, 2005 dalam Nightisaba dkk, 2009) Penerapan E-Procurement
nantinya tidak hanya di lingkungan pemerintah pusat, melainkan juga instansi
dan pemerintah daerah, provinsi, kota, kabupaten diikuti dengan puluhan ribu
unit kerja di bawahnya.
Dalam
penerapan EProcurement pada satuan kerja di lingkungan Kementerian Pekerjaan
Umum saat ini masih ditemukan beberapa kendala, diantaranya adalah :
- E-Procurement yang diiplementasikan dilingkungan Kementerian Pekerjaan Umum belum menjadi fungsi kontrol yang maksimal. Masih adanya tatap muka pada proses pengadaan barang dan jasa dengan sistem E-Procurement, menjadikan masih terbukanya potensi untuk melakukan kecurangan.
- E-Procurement yang ada dilingkungan Kementerian Pekerjaan Umum belum memiliki desain integrasi data lintas instansi, diantaranya integrasi data ke Ditjen Pajak dan Perbankan. Ini diperlukan sebagai kontrol terhadap laporan pajak bagi para peserta lelang saat melakukan registrasi dan saat ditunjuk sebagai pemenang lelang.
- Belum adanya desain konsep pengembangan aplikasi E-Procurement di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum guna memenuhi kebutuhan dan penjaminan aplikasi dimasa datang.
Upaya
Mengatasi Hambatan dan Kendala pada Proses E-Procurement
Saat
ini telah dilakukan beberapa upaya untuk mengatasi hambatan dalam proses
E-Procurement. Beberapa langkah yang telah diambil untuk mengatasi hambatan
tersebut diantaranya :
- Melakukan pelatihan dan sosialisasi pemilihan penyedia jasa secara elektronik (E-Procurement) baik terhadap Panitia Lelang maupun bagi Penyedia Jasa.
- Melakukan penambahan kapasitas storage (penyimpanan) sehingga tidak ada hambatan dalam penyimpanan file atau dokumen.
- Memperbesar kapasitas bandwidth (kecepatan akses) dari 30 Mbps menjadi 100 Mbps.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar